Senin, 18 Agustus 2014

KEMERDEKAAN SUBTANTIF

By: Unknown On: 11.26
  • Share The Gag



  • Kemerdekaan yang diraih oleh Republik Indonesia tepatnya pada tanggal 17 Agustus 1945 yang diproklamirkan oleh Bung Karno dan Bung Hatta yang dianggap sebagai tokoh sang pelopor utama meskipun masih ada tokoh-tokoh yang lain dengan melalui perjuangan yang panjang, gigih, penuh air mata dan darah untuk melawan dan mengusir para penjajah dari Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) oleh para pejuang-pejuang Bangsa yang rela mengorbankan diri, keluarga dan nyawanya untuk membebaskan Bangsa Indonesia dari keterjajahan kaum Kolonial, sehingga banyak melahirkan sosok-sosok para pahlawan mulai dari Sabang sampai Merauke dengan berbagai gelar kepahlawanan seperti pahlawan nasional sampai pahlawan revolusi sebagai bentuk penghargaan dan jasa mereka yang telah memperjuangkan kemerdekaan Bangsa Indonesia.
    Pasca kemerdekaan itu Bangsa Indonesia mengalami beberapa kali masa transisi mulai dari era Orde Lama (ORLA), Orde baru (ORBA), sampai era Reformasi sekarang ini dengan dinamika yang berbeda mulai dari sistem kepemerintahan dan pergantian kepemimpinan yang terus menerus, sehingga Bangsa Indonesia merasakan pahit-manisnya perjuangan dan pengorbanan penghuni Tanah Ibu Pertiwi ini. Kini hal itu patut rakyat Indonesia syukuri berkat kepahlawanan mereka sehingga NKRI bisa ditegakkan dan dinikmati secara bersama-sama. Salah satu hal yang harus dilakukan oleh rakyat Indonesia adalah dengan cara mengisi kemerdekaan ini dengan terus berkarya, mempelopori, memperkarsai, mengkreasikan untuk memajukan Bangsa Indonesia dalam segala bidang apapun. Pemerintah harus senantiasa mendorong dan mewadahi segala kebutuhan dan keperluan masyarakatnya tanpa dukungan dan dorongan dari siapapun bahkan Negara sekalipun rakyat akan kesulitan untuk berkarya dan memperjuangkan Bangsa-nya, meskipun hal itu bukanlah menjadi orientasi utama ataupun bahkan menjadi kendala untuk tetap terus berkarya tanpa dukungan Negarapun masyarakat Indonesia akan tetap bisa berkarya. Tetapi idealnya dukungan itu harus senantiasa ada yang sifatnya kostruktif, produktif integrasi antara rakyat dan Negara dalm menopang dan mempermudah kemajuan, kesejahteraan dan kemakmuran Bangsa Indonesia.

    Realitas Bangsa Indonesia
    Bangsa Indonesia kini dalam situasi dan kondisi yang damai jauh dari penjajahan fisik yang pernah dilakukan oleh kaum penjajah. Tetapi pada realitasnya kompleksitas persoalan bangsa yang semakin hari kian membumbung tinggi dan bahkan membahayakan eksistensi Republik Indonesia dan mencederai hasil kemerdekaan itu baik persoalan Sosial, Ekonomi, Politik, Pendidikan dan Budaya yang marak terjadi ditengah kehidupan kita.
    Persoalan Bangsa yang sudah terstruktur mulai dari kalangan Elit sebagai penyelenggara negara dsb dengan berbagai persoalan kolusi, korupsi dan nepotisme (KKN), krisis moralitas, dsb sampai kalangan Nonelit  masyarakat bawah dengan berbagai persoalan seperti Kesenjangan sosial (kemiskinan, busung lapar,  kekurangan lapangan kerja dsb), Patologi Sosial (kriminal, narkotika, narkoba dsb).
    Dan persoalan yang paling serius ditengah Bangsa ini adalah persoalan kemiskinan yang masih marak terjadi ditengah masyarakat kita dan masih banyak lagi persoalan Bangsa yang lainnya, meskipun sejauh ini Bangsa Indonesia sudah berusaha semaksimal mungkin untuk menuntaskan persoalan itu, tetapi faktanya masih banyak pengangguran di Indonesia menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) pengangguran di Indonesia mencapai 7,39 juta orang dari total angkatan bekerja 118,19 juta orang.Sedangkan orang yang bekerja mencapai 110,80 juta orang (Tribunnews.com; rabu, 6 november 2013). Ini menandakan bahwa Bangsa Indonesia dalam kondisi mengkhawatirkan dan bisa menyebabkan Indonesia menjadi Negara “gagal”.
    Tetapi itu semua bukanlah hanya negara yang harus disalahkan tetapi merupakan kesalahan, kegagalan dan tanggung jawab kita semua, untuk masyarakat dan Negara harus lebih giat lagi untuk mencarikan solusinya demi perbaikan bangsa Indonesia kedepan untuk meraih cita-cita yang diimpikan oleh masyarakat dan Bangsa Indonesia.

    Utopiskah Kemerdekaan Subtantif itu?
    Di antara persepsi masyarakat ketika ditanya seperti apakah anda memahami kemerdekaan itu? pasti ada yang menjawab telah terbebas dari penjajahan kolonial tapi ada juga yang menjawab bahwa Bangsa Indonesia tidak sepenuhnya merdeka disebabkan masih banyak rakyat Indonesia yang mengalami kesenjangan sosial, patologi sosial dsb. sehingga belum bisa dikatakan sudah merdeka sepenuhnya.  
    Pertanyaan kemudian apakah rakyat sudah merasakan dan menikmati kemerdekaan subtantif itu? Ataukah hanya sekadar mitos, janji kemerdekaan kita dan janji kaum penguasa kita.
    Kemerdekaan subtantif itu merupakan hakikat daripada sebuah kemerdekaan dimana manusia memperoleh kebahagiaan, kesejahteraan, kemakmuran, keadilan, kedamaian, toleransi dalam beragama, Negara yang kuat dan mandiri terbebas dari intervensi asing, pendidikan yang berkualitas, politik yang etis dan beretika, budaya yang berwibawa dan perilaku sosial yang bersahaja dan mampu terintegrasi secara menyeluruh dalam berperilaku disegala bidang kehidupan dan menciptakan nilai-nilai moralitas dan nilai-nilai kemanusiaan, menjaga persatuan dan kesatuan yang hakiki baik lahir maupun batin didunia dan akhirat.
    Tentunya bangsa Indonesia masih memiliki banyak pekerjaan rumah dan harapan untuk merubah itu semua asalkan rakyat dan bangsa Indonesia senantiasa tetap berkomitmen dan konsisten dalam menyelesaikan persoalan itu. Dan ingat tidak ada sesuatu yang utopis terkait yang dialami oleh Bangsa hari ini asalkan dengan satu catatan komitmen bersama dalam segala hal. Setiap manusia tentunya menginginkan sebuah kemerdekaan baik kemerdekan lahiriah dan batiniah. Dua hal itu merupakan kebutuhan dasar manusia untuk mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat.

    BERBAGAI JENIS LITERASI

    By: Unknown On: 10.53
  • Share The Gag

  •  Beberapa definisi menggambarkan bahwa informasi dapat ditampilkan dalam beberapa format dan dapat dimasukkan ke dalam sumber yang terdokumentasi (buku, jurnal, laporan, tesis, grafik, lukisan, multimedia, rekaman suara). Di masa depan, mungkin ada format lain dalam menampilkan informasi di luar imaginasi kita pada saat ini. Dalam perkembangan teknologi informasi dan internet (ICT) dewasa ini, maka timbul beberapa perkembangan yang mendorong perubahan konsep literasi awal, menjadi konsep baru literasi yang memiliki pengertian yang berkaitan dengan beberapa keahlian baru yang harus dimiliki oleh siswa. International Literacy Institute, menjelaskan bahwa pengertian literasi sendiri sekarang sudah berkembang dan diartikan menjadi sebuah “range” keahlian yang relatif (tidak absolut) untuk membaca, menulis, berkomunikasi dan berfikir secara kritis. Karena itu maka Tapio Varis, Ketua umum UNESCO untuk Global E-Learning mengatakan bahwa dengan berkembangnya teknologi komputer dan informasi, maka literasi bisa dipetakan menjadi beberapa jenis, yaitu :
    a   - Literasi Teknologi, yaitu keahlian untuk menggunakan internet dan mengkomunikasikan informasi. 
           -  Literasi Informasi, yaitu keahlian untuk melakukan riset dan menganalisa informasi sebagai dasar pengambilan keputusan. Literasi informasi juga memiliki kemampuan untuk tahu kapan ada kebutuhan untuk informasi, untuk dapat mengidentifikasi, menemukan, mengevaluasi, dan secara efektif menggunakan informasi tersebut untuk isu atau masalah yang dihadapi. Menurut American Library Association (ALA), literasi informasi merupakan serangkaian kemampuan yang dibutuhkan seseorang untuk menyadari kapan informasi dibutuhkan dan kemampuan untuk menempatkan, mengevaluasi, dan menggunakan informasi yang dibutuhkan secara efektif.
    c   - Literasi Media, yaitu keahlian untuk menghasilkan, mendistribusikan, serta mengevaluasi isi koleksi pandang dengar (Audio Visual)
    d - Literasi Global, yaitu pemahaman akan saling ketergantungan manusia didunia global, sehingga mampu berpartisipasi di dunia global dan berkolaborasi.
    e  - Literasi kompentensi sosial dan tanggungjawab lebih kepada pemahaman etika dan pemahaman terhadap keamanan dan privasi dalam berinternet (McPerson, 2007). Di tengah keberagaman bentuk dan jenis informasi, maka kita dituntut tidak hanya dapat menbaca dan menulis bahan tertulis (dalam bentuk buku atau tercetak) saja, tetapi bentuk-bentuk lain seiring dengan perkembangan teknologi informasi. Menurut Eisenberg (2004) selain memiliki kemampuan literasi informasi, seseorang juga harus membekali dirinya dengan literasi yang lain seperti :
    a) Literasi visual adalah kemampuan seseorang untuk memahami, menggunakan dan mengekspresikan gambar.
    b)  Literasi media merupakan kemampuan untuk mengakses, menganalisis dan menciptakan informasi untuk hasil yang spesifik. Media tersebut adalah Televisi, radio, surat kabar, film, musik.
    c)      Literasi komputer adalah kemampuan untuk membuat dan memanipulasi dokumen dan data melalui perangkat lunak pangkalan data dan pengolah data dan sebagainya. Literasi komputer juga dikenal dengan istilah literasi elektronik atau literasi teknologi informasi.
    d)   Literasi Digital merupakan keahlian yang berkaitan dengan penguasaan sumber dan perangkat digital. Beberapa institusi pendidikan menyadari dan melihat hal ini merupakan cara praktis untuk mengajarkan literasi informasi, salah satunya melaui tutorial.
    e)  Literasi Jaringan adalah kemampuan untuk menggunakan, memahami, menemukan dan memanipulasi informasi dalam jaringan misalnya internet. Istilah lainnya dari literasi jaringan adalah literasi internet atau hiperliterasi. Secara garis besar Bawden (2001) mengemukakan tiga jenis literasi berbasis keterampilan yaitu literasi media, literasi komputer dan literasi perpustakaan. Literasi perpustakaan memiliki dua pengertian, pengertian pertama adalah mengacu pada kemampuan dalam menggunakan perpustakaan dan menandai awal lahirnya literasi informasi yang menekankan pada kemampuan menetapkan sumber informasi yang tepat. Pengertian yang kedua berhubungan dengan keterlibatan perpustakaan dalam program literasi tradisioanal seperti pengajaran kemampuan membaca. Literasi perpustakaan biasanya disinonimkan dengan keterampilan perpustakaan dan instruksi bibliografis. Menurut Snavely dan Cooper (1997) literasi perpustakaan merupakan istilah alternatif untuk literasi informasi yang merupakan bentuk terbaru dari instruksi perpustakaan dan sumber informasi lainya. Saat ini kemamuan literasi informasi merupakan sasaran atau tujuan yang ingin dicapai dalam program pendidikan pemustaka di perpustakaan. Pendidikan pemustaka saat ini mulai berkembang dan mencakup segala aspek mengenai pencarian informasi, untuk mempersiapkan pemustaka mencapai pembelajaran sepanjang hayat (Versosa, 2008: 12).

    Referensi;
    1.      Wikipedia, Ensiklopedia Bebas
    2.      Tulisannya: Arsidi

    Sabtu, 16 Agustus 2014

    APALAH ARTI KEMERDEKAAN?

    By: Unknown On: 08.33
  • Share The Gag



  • Setiap tahun Bangsa Indonesia tetap konsisten merayakan kemerdekaan Bangsa Indonesia yang konon katanya mampu mengusir penjajah dari Republik Indonesia (RI). Berkat para pahlawan kita yang telah memperjuangkan kemerdekaan dengan gigih, berani, perjuangan & pengorbanannya sehingga masyarakat Indonesia bias menikmati kemerdekaan itu. Tetapi apalah arti kemerdekaan? Jika pada hanya tataran simbolis sebab semua itu hanyalah hiasan-hiasan yang turut mewarnai perjalanan sejarah bangsa Indonesia dan semua itu hanya tinggal fosil-fosil yang telah membusuk dan apalah arti? jika terus kita memikirkannya sebab hal itu penuh dengan romantisme sejarah yang tiada hentinya. Semua itu sudah berlalu itu adalah sejarah mereka, mari kita kita ciptakan sejarah baru demi memperoleh kemerdekaan yang sesungguhnya, ayo Bangsa Indonesia keluar dari semua bayang-bayang itu tentang kebesaran, kepahlawanan, perjuangan dan pengorbanan mereka. Tetapi Bangsa Indonesia harus menunjukan bahwa Bangsa kita “Bisa” untuk mencapai dan mengejar impian itu untuk menjadi bangsa yang merdeka, mandiri dalam segala hal baik Politik, ekonomi, pendidikan dsb, Terutama rakyatnya sejahtera, bahagia, sentosa adil dan makmur lahir dan batin. Kini Bangsa Indonesia diperhadapkan dengan persoalan Bangsa yang begitu kompleks, mulai dari Korupsi yang menggerogoti persendian Bangsa ini, kemiskinan, kemelaratan, kesenjangan sosial dsb.
    Jika kita pun merayakannnya dan hasilnyapun terus begitu tidak ada perubahan yang signifikan untuk perubahan bangsa Indonesia lebih baik tidak usahlah masyarakat Indonesia terlalu menguras tenaga dan pikirannya bahkan menghabiskan finansialnya untuk merayakan kemerdekaan 17 Agustus dengan memasang simbol-simbol kemerdekaan yang bergelantungan dari sabang sampai merauke sebab hal itu akan mengingatkan kita bahwa Bangsa Indonesia pernah dijajah oleh kaum Kolonial di masa kelam yang penuh dengan pertumpahan darah, penindasan dsb. Hal itu menandakan bahwa Bangsa Indonesia merasa bangga bahwa pernah dijajah oleh Kolonial Belanda dan Bangsa Indonesia merasa inferior dengan hal itu. Sehingga akan membawa kesesia-siaan sementara masyarakat Indonesia harus sibuk dengan memasang simbol-simbol kemerdekaan yang tidak manfaatnya, lebih baik uang yang anda gunakan itu untuk Rakyat miskin, kelaparan dsb. tidak ada juga hasil yang bisa diperoleh yang ada hanya seremony dan euforia belaka. Sementara Bangsa Indonesia kini terkuras dan lebih disibukkan dengan perilaku-perilaku para kaum penguasa yang notabenenya sebagai penyelenggara negara  yang cenderung melanggar nilai-nilai yang ada.
    Pada akhirnya Nasib Bangsa tidak pernah berubah-ubah, Negara dalam keadaan stagnan, miskin dan ketergantungan. kalaupun hanya sekadar merefleksikan dan mengambil pelajaran itupun tidak akan bisa berpengaruh dengan situasi dan kondisi kebangsaan kita sekarang ini yang dalam kondisi kronis dan kritis. Sementara rasa nasionalisme dan patriotisme sudah terdistorsi dan kehilangan arah dengan adanya fenomena-fenomena kebangsaan yang tidak sewajarnya sehingga merusak tatanan nilai yang ada.
    Pada dasarnya Bangsa Indonesia belum merdeka seutuhnya disebabkan Rakyat Indonesia masih dalam kondisi kritis, Negara yang cenderung ketergantungan pada investor Asing, Negara Indonesia hampir terjual.
    Kemerdekaan manusia pada hakikatnya adalah kemerdekaan batiniah bukanlah kemerdekaan lahiriah. Manusia merdeka dari ketergantungan terhadap makhluk-makhluknya. Manusia hanya bergantung kepada Allah SWT.
    Rasa Opitimisme Harus dikibarkan
    Realitas Bangsa Indonesia memang harus kita akui bahwa dalam kondisi Kritis tetapi Bangsa Indonesia tidak boleh merasa pesimis sebab masih banyak jalan menuju perubahan. Mungkin hari ini Bangsa Indonesia boleh mengalami kemunduran tetapi masa depan itu masih panjang oleh karena itu Bangsa Indonesia harus mempersiapkan diri untuk menghadapi segala kompleksitas persoalan Bangsa yang akan dihadapi ke depannya dan menghadirkan negara yang memperoleh kemerdekaan yang seutuhnya serta menjadi negara yang diridhoi oleh Allah SWT.
    Semestinya yang harus dilakukan Bangsa Indonesia adalah mendorong dan memfasilitasi secara massif terhadap kaulah muda untuk lebih berinovasi, berkreatif, berikhtiar dan progresif dalam berkarya untuk membangun Bangsa Indonesia karena mereka adalah garda terdepan dan harta terbesar yang dimiliki bangsa Indonesia, ketika sumber daya manusia dan sumber daya alam dikelola secara professional, mandiri dan kolektif kolegian dengan penuh keyakinan seraya berdo’a kepada Allah SWT.

    Minggu, 10 Agustus 2014

    Langkah Strategis Ikhtiar Untuk Pemberantasan Korupsi & Memberikan Efek Jera terhadap para Koruptor

    By: Unknown On: 21.11
  • Share The Gag
  •       

            Ketika masyarakat mendengar, merasakan dan melihat lewat media-media baik media sosial, elektronik dsb. tentang adanya terjadi kasus korupsi yang melibatkan pejabat public dsb pasti masyarakat akan cenderung mengarahkan dan melimpahkan kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) karena dianggap memiliki kewenangan. Selama ini bangsa Indonesia terlalu bergantung pada instansi yang namanya Komisi Pemberantasan Korupsi sejak berdirinya KPK di era orde lama yang disebut Panitia Retooling Aparatur Negara (Paran). Badan ini dipimpin oleh A.H. Nasution, pada era orde baru dibentuk lagi Tim Pemberantasan Korupsi (TPK), yang diketuai Jaksa Agung kemudian di era reformasi, usaha pemberantasan korupsi dimulai oleh B.J. Habibie dengan mengeluarkan UU Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme berikut pembentukan berbagai komisi atau badan baru, seperti Komisi Pengawas Kekayaan Pejabat Negara (KPKPN), KPPU, atau Lembaga Ombudsman. Presiden berikutnya, Abdurrahman Wahid, membentuk Tim Gabungan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (TGPTPK) melalui Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2000. Namun, di tengah semangat menggebu-gebu untuk memberantas korupsi dari anggota tim ini, melalui suatu judicial review Mahkamah Agung, TGPTPK akhirnya dibubarkan dengan logika membenturkannya ke UU Nomor 31 Tahun 1999. Nasib serupa tapi tak sama dialami oleh KPKPN, dengan dibentuknya Komisi Pemberantasan Korupsi, tugas KPKPN melebur masuk ke dalam KPK, sehingga KPKPN sendiri hilang dan menguap. Artinya, KPK-lah lembaga pemberantasan korupsi terbaru yang masih eksis. Dengan terbentuknya Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memang bertujuan untuk memberantas korupsi memang sejauh ini KPK sudah membuktikan diri dengan dibongkarnya berbagai kasus-kasus besar meskipun sejauh ini belum maksimal dan bahkan sudah dijeratnya beberapa para pelaku korupsi untuk turut serta mengenyam jejuri besi tetapi itu semua tidak cukup perlu adanya gerakan massifitas melibatkan berbagai elemen untuk bergerak, membantu, mempermudah dan mengawal KPK dalam hal menangani pemberantasan korupsi.

        Terlalu berlebihan ketika masyarakat menaruh harapan besar terhadap KPK dalam hal pemberantasan kasus korupsi yang boleh dikata sudah dianggap sangat massif. KPK hanyalah sebuah institusi yang bertugas sebagai eksekutor tetapi peran penting dari segala elemen yang sangat dibutuhkan mulai dari kalangan masyarakat sampai pada kalangan penyelenggara negara tanpa sinergitas dari berbagai elemen itu yakin dan percaya pemberantasan korupsi di Indonesia akan mengalami kegagalan dan kemandekan. Kita memahami bahwa korupsi itu merupakan perilaku kotor (The dirty behavior), musuh bersama (common enemy) kejahatan luar biasa (crime of extraordinarly) dll. Oleh karena itu harus digerakan secara massif, kolektif kolegian sebagai upaya untuk mempersempit ruang gerak para koruptor dalam melakukan korupsi.
    Korupsi sudah dianggap sebagai budaya (cultur) ditengah masyarakat kita sehingga korupsi itu menjadi hal yang lazim yang sering terjadi dan sering kita lihat ditengah masyarakat kita mulai dari kalangan bawah sampai kalangan atas terutama dimana ada kekuatan kekuasaan (the power of dominance) disitulah orang lebih berpotensi untuk melakukan korupsi.
    Untuk Kepemerintahan yang masa jabatannya 5 tahun perlu mempersiapkan program-program pemberantasan korupsi yang jitu, Negara harus melakukan langkah-langkah tertentu sebagai upaya untuk pencegahan dalam hal meminimalisir potensi terjadinya korupsi yakni; Negara harus memprogramkan gerakan program jangka pendek harus mampu memobilisasi dan mensosialisasikan tentang bahayanya korupsi dan dampaknya untuk Negara Indonesia secara lebih massif lagi, membentuk kantong-kantong tempat pengaduan korupsi dsb, dan program jangka panjang harus mendorong gerakan nilai-nilai moralitas, religiusitas dan sosial di diberbagai institusi Penyelenggara Negara, harus memasukan kurikulum tentang korupsi dalam dunia pendidikan, pembinaan-pembinaan yang berkesinambungan dengan membangun relasi dengan organisasi-organisasi mahasiswa dan kemasyarakatan.
    Secara realitas bahwa tatanan hukum undang-undang Tindak Pidana Korupsi (TIPIKOR) Negara Indonesia sejauh ini belum ampuh untuk memberikan efek jera terhadap para pelaku korupsi sehingga harus ada upaya lain untuk memberikan efek jera sehingga para koruptor ataupun yang ingin berniat untuk melakukan korupsi yakni dengan cara memberikan sangsi moral seperti pengucilan, sangsi adat, sangsi sosial dsb.
    Untuk pemberantasan korupsi dan para koruptor ada dua hal yang harus diperkuat yakni pertama memperkuat negara dengan adanya negara kuat baik dalam segala hal terutama dengan memperkuat institusi KPK yang memiliki kewenangan untuk pemberantasan korupsi. kedua adanya dukungan dari Masyarakat baik dukungan moral dan sosial dan mendorong masyarakat untuk meminimalisir terjadinya korupsi sebagai upaya untuk pencegahan korupsi.
    Koruptor adalah merupakan perampok (robber) uang negara dan sekaligus uang rakyat hasil dari pajak rakyat sehingga sangat merugikan kedua-duanya.
    Korupsi sudah menggurita di negeri ini sehingga pencegahan korupsi sedikit mengalami kesukaran, Korupsi merupakan common enemy, korupsi merupakan kejahatan yang luar biasa (crime of extraordinarly) sehingga harus dilawan dengan cara-cara yang luar biasa pula.
    Untuk memberantas korupsi tidak hanya bergantung kepada penyelenggara negara dan penegak hukum tetapi korupsi harus dihadapi dan dituntaskan secara bersama-sama oleh pihak dan siapapun.
    Untuk pemberantasan korupsi ada dua hal yang mesti harus digerakan yakni;
    1. Gerakan struktural lebih mengarah kepada gerakan yang sifatnya struktur baik lewat kekuasaan, birokrasi dsb salah satu cara dengan mempercayakan kepada orang-orang yang mau berkomitmen, konsisten, bersih, teladan yang baik, untuk menduduki jabatan vital di RI dan memperkuat peran institusi yang sesuai dengan tugasnya masing-masing.
    2. Gerakan kultural harus dimulai dari individu baik lewat pembinaan dan pendidikan mulai dari sejak dini baik pendidikan di lingkungan keluarga sampai pendidikan lanjut. Kita memahami bahwa Indonesia memiliki khasanah tradisi dan budaya ditengah masyarakat kita terutama sering kita temui adanya budaya malu dan lain sebagainya dari berbagai suku, ras dan etnis di setiap masing-masing daerah semestinya hal itu harus terus ditumbuh kembangkan dijaga dan dipelihara kelestariannya.

            Bangsa Indonesia harus senantiasa tetap optimis untuk merubah tatanan bangsa ini untuk menjadi bangsa yang lebih baik dengan catatan bahwa masyarakat didalamnya dan elemen-elemen yang lain memiliki keinginan dan tindakan yang sama sebagai sinergitas yang baik diantaranya dengan berprinsip bahwa tidak ada sesuatu yang tidak bisa semasih kita tetap komitmen dan konsisten untuk sama-sama bergerak.
    Sebagai kutipan ayat berikut ini “Sesungguhnya Allah SWT tidak akan merubah nasib sebuah bangsa sampai bangsa tersebut mau merubahnya sendiri (QS. Ar-Ra’ad; 79)” oleh karena itu bangsa Indonesia harus senantiasa mengintropeksi diri untuk menjadi bangsa yang lebih baik, sehingga kelak nanti kita akan menemukan bangsa yang bersih, adil makmur dan sentosa yang diridhoi oleh Allah SWT.