Sudah lama, Indonesia tak lagi memiliki kedaulatan atas sumber daya alam dan
rakyatnya. Minimal sejak gerbang pembukanya pada tahun setelah 1965 di buka
oleh pengetuk pintu dari Amerika, Inggris, Belanda, Perancis, Jepang dll.
dipersilahkan masuk, tanda tangan kontrak, jual murah, bagi-bagi roti emas,
nikel, bauksit, minyak dan tembaga di Papua Barat, kayu dan batubara di
Kalimantan, minyak dan gas di sumatera, dilegitimasi oleh undang-undang.
penanaman modal asing, undang-undang yang memberikan ruang kepada kepentingan investor
asing pertama yang dibuat dimasa kepemerintahan Soeharto. Sejak itu negara
Indonesia dibawah kekuasaan Soeharto lahan perlahan mengundang para investor
asing untuk merampok aset-aset bangsa mulai dari pertambangan sampai Bank Usaha
Milik Negara (BUMN) yang dengan seenaknya memberikan keluasaan kepada
pihak-pihak asing untuk menanamkan investasi di Indonesia tanpa
mempertimbangkan dampak negatifnya untuk masa depan rakyat kecil, Jika pada
aspek pembangunan mengalami kemajuan dengan menggunakan jalan pintas yakni dengan
cara mengutang kepada pihak asing dengan berdalih untuk kemajuan pembangunan dan
langkah itu membuat Bangsa Indonesia terlilit utang yang hingga hari ini belum
mampu dibayar dan bisa saja suatu saat bangsa Indonesia akan terjual ketika
utang terus menerus dan bangsa Indonesia tidak mampu untuk membayarnya, sehingga
generasi kepemerintahan hari ini yang harus menanggung beban dan menerima
konsekuensinya di akibatkan ulah dari penguasa-penguasa sebelumnya, pada aspek
kemandirian atau kemerdekaan ekonomi tidak akan pernah dimiliki oleh bangsa
Indonesia jika masih ketergantungan pada ekonomi dunia dan investor asing ditambah
lagi dengan berbagai kompleksitas persoalan bangsa yang tak kunjung selesai, sehingga
untuk mewujudkan kesejahteran dan kemakmuran kian hari semakin pupus dan bahkan
akan sulit untuk diwujudkan. Padahal Undang-Undang Dasar telah menjamin bahwa
segala perekonomian akan dikelola dengan untuk kesejahteraan rakyat sebgaimana
dijelaskan Undang-undang Dasar 1945 sebagai berikut: Dalam Pasal 33 ayat 1 sampai 3 (1)
Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas azas kekeluargaan. (2)
Cabang-cabang produksi yang penting bagi Negara dan yang menguasai hajat hidup
orang banyak dikuasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh Negara (3) Bumi
dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh Negara dan
dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Tentunya amanah
Undang-Undang Dasar itu harus dijalankan dengan baik untuk memperbaiki
perekonomian bangsa Indonesia
Warisan Kebijakan Rezim dahulu
Presiden Soekarno menginginkan bangsa Indonesia harus berdikari di negara
sendiri tanpa campur tangan pihak asing sehingga pada tataran ekonomi mengalami
kestabilan dan pembangunan sama sekali tidak terlalu signifikan meskipun ada
hasil yang tidak maksimal sementara presiden Soeharto mengemis dan meminta
bantuan kepada pihak asing untuk mengembangkan ekonomi dan pembangunan
Indonesia ketika dengan adanya Undang-Undang nomor 1 Tahun 1967 tentang
Penanaman Modal Asing dan undang-undang lain yang dinilai instrumen
liberalisasi, sehingga di tandai dengan program pemerintah yang bermuatan pada
aspek pembangunan pelita 1 sampai pelita 5. Di masa rezim Soeharto terjadi
krisis ekonomi di akibatkan negara Indonesia terlilit utang, inflasi ekonomi,
kesenjangan sosial semakin meningkat dan utang negara semakin membengkak,
sehingga Indonesia tidak mampu lagi untuk membayar utang dan untuk bangkit
kembali dalam memperbaiki ekonomi Indonesia karena sudah terlanjur dikontrol,
eksploitasi, kuasai dan di miliki oleh investor asing semisalnya: bank usaha
milik negara (BUMN) semacam pertambangan, perusahan-perusahan besar dll.
Roda perekonomian bangsa tidak lagi mandiri
dalam mengkonstruksi kesejahteraan, kemakmuran, dan kemajuan disebabkan
ketergantungan kepada pihak asing yang datang ke Indonesia untuk menguasai dan
menanamkam modalnya baik menggunakan secara cara halus maupun secara paksa,
banyaknya fenomena ekspor-impor barang dan jasa baik ekspor barang-barang
mentah seperti minyak mentah, emas, bauksit, batubara rempah-rempah dll. impor
kedelai, garam, daging, dll. pada tataran jasa banyak sumber daya manusia yang
berkualitas tetapi jasa dan skillnya di manfaatkan oleh negara lain, sementara
Indonesia hanya menggunakan sumber daya manusia yang karbitan. Negara Indonesia
lebih menghargai produk asing dan membiarkan generasi-generasi bangsa dipakai
oleh negara lain. Negara Indonesia lebih suka dijajah oleh pihak asing daripada
hidup merdeka sehingga perekonomian bangsa hanya bisa dinikmati oleh kaum para
elit saja sementara kaum menengah bawah hanya bisa menikmati sampah-sampahnya
saja. Negara Indonesia mejadi bangsa yang kerdil, lemah, inferior dan bangsa
yang tidak produktif.
Generasi muda yang semestinya harus di didik,
dibina dan wadahi dalam hal ekonomi, pendidikan dll. tetapi pada kenyataannya
pembiayaan ekonomi yang mahal dan pendidikan yang mahal sehingga
manusia-manusia yang memiliki potensi untuk menjadi manusia yang berkualitas di
berbagai kalangan baik kalangan atas, menengah dan bawah terkhusus kepada
rakyat kecil yang notabenenya tidak memiliki kemampuan dalam hal membiayai
pendidikan sehingga banyak para anak-anak, remaja, pemuda yang tidak bisa
mengenyam jenjang pendidikan yang lebih tinggi disebabkan oleh dampak ekonomi
dan pendidikan yang mahal.
Hegemoni Asing di sektor ekonomi
Dominasi pihak Asing sudah mulai menggeliat ketika dengan adanya Undang-Undang
nomor 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing dan undang-undang lain yang
dinilai instrumen liberalisasi, sehingga dengan leluasa pihak asing untuk
melakukan transaksi perekonomian dengan berbagai macam kepentingan. Di sejumlah
sektor perekonomian hampir seluruhnya dikendalikan oleh Asing di antaranya
perbankan, pertambangan, telekomunikasi, perkebunan kelapa sawit dll. Hasil
data tahun 2011, Koran Kompas sekitar 50,6 % asset perbankan nasional dimiliki
asing setidaknya 12 bank swasta di Indonesia dimiliki investor Asing, antara
lain: ANZ Banking Group Limited (99 %), Bank UOB Indonesia (98,84 %), HSBC Asia
Pasifik Holdings (UK) Limited (98, 96 %), CIMB Niaga (97,93 %), OCBC Overseas
Investment (85, 06 %). Investor Asing menguasai tambang 70 % migas, 75 %
batubara, bauksit, nikel dan timah, 85 % tembaga dan aktivitas, perusahan asing
di pertambangan antara lain: Chevron, Conoco, Freeport, dan Newmont dari
Amerika Serikat, Total dari Perancis, dan Petrochina dari China. Sementara
sektor Telekomunikasi seperti telkomsel 35 % dikuasai SingTel dari Singapura,
XL Axiata 66,5 % dikuasai Berhad dari Malasya, Indosat 65 % dikuasai Ooredo
Asia dari Qatar, Hutchison Tri 60 % dikuasai Hutchison Whampoa, dari Hongkong,
China. Perkebunan Kelapa Sawit dari 8,9 juta hektar perkebunan kelapa sawit di
Indonesia dikuasai investor asing. Adapun Perusahan-perusahan asing yang
memiliki kebun sawit di Indonesia antara lain: Guthrie, Golden Hope, KL Kepong
dari Malasya, Wilmar Internasional dari Singapura, Cargil dari Amerika Serikat,
dan SIPEF dari Belgia.
Sektor bisnis yang menurut rencana dibuka untuk Asing diantara
lain: pelabuhan bisa mencapai 49 %, operator bandara bisa mengelola 100 %, jasa
kebandaraan bisa mencapai 49 %, terminal darat untuk barang bisa mencapai 49 %,
dan periklanan terutama negara-negara anggota Asean, bisa mencapai 51 %. (Kompas;
Kamis 7 November 2013). Dan ini menjadi data untuk kita refleksikan
dan bergerak secara bersama-sama untuk meminimalisir kedigdayaan para investor
Asing dan negara harus menentukan sikap untuk menolak investor asing karena
jangan sampai anda menjadi budak dan terjajah di negeri sendiri, apakah anda
rela negara anda dirampok dan dieksploitasi oleh pihak Asing. Sampai kapan lagi
bangsa ini akan mandiri dan menikmati kedaulatan ekonominya.
Transaksi Hubungan Kerja Sama
Hubungan kerja sama sering dikenal dengan
kerjama antar dua negara (bilateral), banyak Negara (Multilateral), ekspor
impor menjadi Sesuatu transaksi yang lazim di negara ini tanpa mempertimbangkan
konsekuensi jangka pendek dan jangka panjang merupakan hubungan kerjasama antar
dua negara. Dalam tata perekonomian global yang semakin kuat mencengkeram, kita
juga sulit untuk mengela datangnya investasi asing karena berbagai skema
regionalisasi dan globalisasi yang kita ikuti mulai dari masyarakat ASEAN COMMUNITY,
AFTA, CAFTA, APEC (kerja sama Ekonomi Asia Pasifik) hingga WTO (Organisasi
Perdagangan Dunia) dan lain-lain. Hubungan kerja sama disatu sisi menguntungkan
negara Indonesia di bidang sektor pembangunan karena sebagai penyuplai
kontribusi devisa negara itupun kalau tidak di selewengkan, korupsi dan
lain-lain dan akan mempermudah dalam hal memberikan kontribusi berupa bantuan
dalam kondisi tertentu tapi di sisi yang lain memberikan dampak negatif yang
cukup signifikan berupa terjadinya perdagangangan bebas yang tidak sehat, akan
terjadinya disparitas antara klas rakyat pinggiran dengan kaum para klas atas,
begitupun berdampak pada pasar tradisional yang di galang oleh masyarakat klas
bawah dan bersaing dengan pasar-pasar modern dan pasar yang memiliki modal
besar. Sehingga negara Indonesia mau tak mau harus mengikuti apa yang menjadi
kebijakan ekonomi dunia dengan berbagai konsensus dan kepentingan negara-negara
yang terlibat dalam proses kerja sama.
Gerakan Kemandirian Bangsa sebagai solusi
Negara Indonesia yang sangat ketergantungan
terhadap pihak pemodal asing dan memberikan kebebasan terhadap investor Asing
untuk menguasai perekonomian bangsa yakin dan pasti suatu saat negara ini akan
terjual maka akan rentan terjadi kesenjangan sosial, patologi sosial, kematian
sosial, ketimpangan ekonomi, dan diskriminasi akan semakin hal yang lazim.
Semestinya karena kebutuhan ekonomi menjadi sesuatu yang sakral untuk memenuhi
kebutuhan setiap manusia untuk mencapai yang namanya kesejahteraan, kemakmuran,
keadilan dan kemajuan. Seharusnya negara ini melindungi aset-aset negara dan
hak-hak rakyatnya demi tercapai apa yang menjadi cita-cita bersama. Negara
harus bisa mandiri dengan memanfaatkan sumber daya manusia (SDM) dan
sumber daya alam (SDA) yang ada sesuai dengan masing-masing potensi yang
dimiliki, negara harus lebih inovatif, produktif, kreatif dan memiliki daya
saing yang kompetitif dalam melawan globalisasi, menciptakan ruang sosial yang
sehat dan tetap menjaga keseimbangan dan kestabilan perekonomian bangsa.
Untuk merubah Bangsa
ini perlu adanya sebuah gerakan yang mengarah kepada kemandirian baik kemandirian
dalam hal ekonomi, pendidikan, politik dan budaya sehingga untuk menjaga
kestabilan perekonomian negara ini. Penghapusan undang-undang penanaman modal
yang tidak pro terhadap ekonomi kerakyatan, negara Indonesia harus
mempersiapkan sumber daya manusia sejak dini untuk mengelola sumber daya alam
yang ada dengan cara menginternalisasikan etos kemandirian kepada setiap
generasi muda anak bangsa dengan mencantumkan didalam kurikulum pendidikan yang
berbasis kemandirian, meningkatkan kualitas dan fasilitas pendidikan yang memadai,
mengalokasikan dana dan memfasilitasi karya-karya anak bangsa yang berbasis
saintifik yang kontekstual dengan kebutuhan bangsa Indonesia, mendidik dan
melatih pemuda-pemuda bangsa yang memiliki potensi di bidangnya guna untuk memperbaiki
perekonomian bangsa. Menghentikan dan meminimalisir transaksi investor asing
guna untuk menyehatkan arus kemajuan ekonomi.
0 komentar:
Posting Komentar